4 Bulan Bertahan Hidup Tanpa Obat
Sekitar 123 anak penderita thalasemia sudah tidak lagi diberi minum
obat penyeimbang kadar zat besi atau kelasi besi selama empat bulan,
karena pihak RSUD Tasikmalaya belum menerima kiriman obat lagi dari
distributor. Alasannya, pihak rumah sakit belum membayar utang
obat-obatan sebesar Rp 5 miliar lebih.
Menurut Wakil Ketua Yayasan Thalasemia Kota Tasikmalaya, Asep Hidayat Suredjo, kebutuhan para penderita thalasemia itu bukan hanya transfusi darah secara rutin, melainkan juga obat untuk mengendalikan peningkatan zat besi dalam tubuh.
Seandainya anak penderita thalasemia tidak mendapat obat tersebut, maka akan semakin membebani kerja organ tubuhnya, seperti jantung, pankreas, ginjal, dan lain-lain.
“Seandainya tidak diberi minum obat, kemungkinan umur organ tubuhnya akan semakin berkurang, termasuk secara medis jika anak penderita thalasemia tidak mendapatkan pasokan obat itu dalam jangka waktu lama, sehingga umurnya kemungkinan bertahan sampai usia 12 atau 13 tahun. Saat ini, memang obat tidak ada, saya sendiri kurang mengerti dengan persoalan yang dihadapi RSUD Tasikmalaya,” kata Asep, yang juga dokter anak yang menangani pasien Thalasemia di RSUD Tasikmalaya, Rabu (14/12).
Dengan jumlah penderita Thalasemia di Tasikmalaya yang mencapai 123 orang, maka diperlukan obat senilai Rp 398,5 juta sebulan. Namun saat ini pihak RSUD Tasikmalaya belum bisa membayar utang kepada distributor karena klaim dari Jamkesmas, Jamkeskinda, Askes, serta Jamperthal, masih belum dibayarkan.
“Sungguh bagi kami hal ini menjadi kekhawatiran tersendiri, karena akibatnya bisa membahayakan anak-anak. Bila mereka tidak meminum obat, sangat jelas terlihat kulitnya mengering, berubah hitam legam, perut kembung. Kemudian pada limpa atau perut sebelah kiri mengeras seperti ada batu di dalamnya. Hingga saat ini hampir lima bulan anak-anak penderita thalasemia tidak mengkonsumsi obat, dan ketika saya menanyakan hal itu kepada RSUD Tasikmalaya, katanya distributor belum kirim obat,” kata Ketua Perhimpunan Orangtua Penderita Thalasemia (Popti) Tasikmalaya, Apandi.
Selain kondisi tersebut, orang tua penderita Thalasemia juga mengeluhkan minimnya fasilitas. Juga, dalam ruangan Thalasemia di RSUD Tasikmalaya sangat sempit. Akibatnya, jika sedang transfusi darah, anak-anak terpaksa harus berbagi tempat dan berdesakan.
Bahkan seorang ibu terpaksa menggendong anaknya di kursi saat transfusi karena tidak kebagian tempat tidur, Rabu (14/12).
“Menurut petugas saat ini ada bangunan yang sedang diselesaikan untuk ruang khusus Thalasemia, dengan konsep banyak mainan dan sebagainya seperti tempat bermain. Namun, saya sendiri kurang tahu kapan selesainya, hanya saya berharap ruangannya segera dipindahkan, karena tempat yang ada saat ini kurang representatif,” kata Apandi.
Obat kelasi besi atau pengendali zat besi dalam tubuh penderita Thalasemia, menurut petugas, dijual dengan tiga merk dagang, yakni Feriprox, Dasperal, dan Exzod, yang harganya mencapai Rp 36.000 per butir.
Sedangkan satu anak penderita Thalasemia harus rutin minum obat tersebut tiga butir dalam sehari, artinya dalam sebulan membutuhkan 90 butir obat, dan jika diuangkan satu anak penderita Thalasemia menghabiskan Rp 3.240.000 hanya untuk obat saja, yang selama ini dijamin dari Jamkesmas, Jamkeskinda, Askes, serta Jamperthal.
Menurut Wakil Ketua Yayasan Thalasemia Kota Tasikmalaya, Asep Hidayat Suredjo, kebutuhan para penderita thalasemia itu bukan hanya transfusi darah secara rutin, melainkan juga obat untuk mengendalikan peningkatan zat besi dalam tubuh.
Seandainya anak penderita thalasemia tidak mendapat obat tersebut, maka akan semakin membebani kerja organ tubuhnya, seperti jantung, pankreas, ginjal, dan lain-lain.
“Seandainya tidak diberi minum obat, kemungkinan umur organ tubuhnya akan semakin berkurang, termasuk secara medis jika anak penderita thalasemia tidak mendapatkan pasokan obat itu dalam jangka waktu lama, sehingga umurnya kemungkinan bertahan sampai usia 12 atau 13 tahun. Saat ini, memang obat tidak ada, saya sendiri kurang mengerti dengan persoalan yang dihadapi RSUD Tasikmalaya,” kata Asep, yang juga dokter anak yang menangani pasien Thalasemia di RSUD Tasikmalaya, Rabu (14/12).
Dengan jumlah penderita Thalasemia di Tasikmalaya yang mencapai 123 orang, maka diperlukan obat senilai Rp 398,5 juta sebulan. Namun saat ini pihak RSUD Tasikmalaya belum bisa membayar utang kepada distributor karena klaim dari Jamkesmas, Jamkeskinda, Askes, serta Jamperthal, masih belum dibayarkan.
“Sungguh bagi kami hal ini menjadi kekhawatiran tersendiri, karena akibatnya bisa membahayakan anak-anak. Bila mereka tidak meminum obat, sangat jelas terlihat kulitnya mengering, berubah hitam legam, perut kembung. Kemudian pada limpa atau perut sebelah kiri mengeras seperti ada batu di dalamnya. Hingga saat ini hampir lima bulan anak-anak penderita thalasemia tidak mengkonsumsi obat, dan ketika saya menanyakan hal itu kepada RSUD Tasikmalaya, katanya distributor belum kirim obat,” kata Ketua Perhimpunan Orangtua Penderita Thalasemia (Popti) Tasikmalaya, Apandi.
Selain kondisi tersebut, orang tua penderita Thalasemia juga mengeluhkan minimnya fasilitas. Juga, dalam ruangan Thalasemia di RSUD Tasikmalaya sangat sempit. Akibatnya, jika sedang transfusi darah, anak-anak terpaksa harus berbagi tempat dan berdesakan.
Bahkan seorang ibu terpaksa menggendong anaknya di kursi saat transfusi karena tidak kebagian tempat tidur, Rabu (14/12).
“Menurut petugas saat ini ada bangunan yang sedang diselesaikan untuk ruang khusus Thalasemia, dengan konsep banyak mainan dan sebagainya seperti tempat bermain. Namun, saya sendiri kurang tahu kapan selesainya, hanya saya berharap ruangannya segera dipindahkan, karena tempat yang ada saat ini kurang representatif,” kata Apandi.
Obat kelasi besi atau pengendali zat besi dalam tubuh penderita Thalasemia, menurut petugas, dijual dengan tiga merk dagang, yakni Feriprox, Dasperal, dan Exzod, yang harganya mencapai Rp 36.000 per butir.
Sedangkan satu anak penderita Thalasemia harus rutin minum obat tersebut tiga butir dalam sehari, artinya dalam sebulan membutuhkan 90 butir obat, dan jika diuangkan satu anak penderita Thalasemia menghabiskan Rp 3.240.000 hanya untuk obat saja, yang selama ini dijamin dari Jamkesmas, Jamkeskinda, Askes, serta Jamperthal.
Post a Comment