Header Ads

Misteri Hilangnya 18 M Dana APBD Sumedang

Kota, Korsum
Dana sebesar Rp 18 miliar yang seharusnya menjadi silpa di tahun 2017 yang diduga menghilang pada APBD tahun 2016, ternyata sudah digunakan untuk membiayai beberapa kegiatan yang mendesak.
Wakil Ketua DPRD Sumedang, Edi Askhari menyebutkan, anggaran tersebut tidak hilang, cuma tidak disilpakan karena masih ada beberapa kegiatan yang harus dijalankan, sehingga  dana tersebut dipakai.
“Tetapi pihak eksekutif terlambat menginformasikan. Alasannya, waktunya sangat mepet ke akhir tahun. Namun begitu, penggunaan anggaran ini dibenarkan oleh aturan,” ujarnya.
Edi mengungkapkan, dirinya sudah berkoordinasi dengan Ketua DPRD dan Banggar DPRD Kabupaten Sumedang untuk menjelaskan perihal ini. Ada beberapa kegiatan yang dibiayai dengan dana tersebut, diantaranya pembayaran tunjangan profesi guru, membayar gaji CPNS bidan PTT yang baru diangkat, dan beberapa kegiatan lain yang nominalnya kecil tapi sulit dirinci karena berbaur dengan kegiatan lainnya.
“Kami menilai hal itu sangat urgent karena merupakan hak dari mereka. Terutama untuk tunjangan guru sempat tersendat juga pembayarannya," kata Edi.
Sebelumnya, DPRD Sumedang mempertanyakan dana sebesar Rp 18 miliar yang merupakan dana silpa dari Dana Alokasi Khusus (DAK) pada APBD Perubahan Tahun 2016.
"Seharusnya dana ini menjadi dana silpa di tahun 2017 karena pada tahun sebelumnya tidak bisa digunakan, namun ternyata dana ini sudah tidak ada," kata Anggota Badan Anggaran, Yogi Yaman Sentosa.
Menurut Yogi, ada terdapat perbedaan pendapat antara eksekutif dan legislatif. Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) berpendapat, dana ini sudah terpakai pada tahun 2016 untuk membiayai sejumlah kegiatan yang belum dapat dibiayai karena pada saat pembahasan APBD Perubahan Tahun 2016, keuangan daerah dinyatakan defisit.
“Tapi kami menilai dana ini seharusnya masuk dalam silpa dan baru bisa digunakan setelah ada konsultasi terlebih dahulu dengan Banggar DPRD Sumedang,” ujarnya.
Yogi mengungkapkan, keberadaan dana ini dipertanyakan saat Banggar DPRD melakukan rapat koordinasi dengan pihak eksekutif saat penyusunan APBD 2017. Dan kembali dipertanyakan ketika pengajuan KUA dan PPAS APBD 2018 dan pengajuan KUA dan PPAS APBD Perubahan Tahun 2017 beberapa waktu lalu.
"Pada pembahasan APBD 2017 sekitar Desember 2016, keuangan daerah untuk APBD murni tahun 2017 sudah defisit untuk penyelesaian pembayaran triwulan ke empat dari Dana Alokasi Khusus (DAK)," kata Yogi.
APBD 2017 dibahas pada Desember 2016 setelah evaluasi gubernur turun tentang APBD perubahan. Saat itu sepakat, untuk menutupi kegiatan yang sudah dilaksanakan akan mengambil dana dari APBD 2016 sebesar Rp 18 miliar yang dipergunakan untuk menutupi kegiatan DAK yang belum turun di triwulan ke empat tahun 2016.
“Namun nyatanya dana ini sudah turun dan masuk ke rekening daerah pada Desember 2016," ujarnya.
Anggota Komisi A yang juga mantan Sekretaris Harian Badan Anggaran DPRD Sumedang, Nurdin Zaen menduga, anggaran Rp 18 miliar sudah digunakan untuk membiayai kegiatan lain.
"Uang itu tidak hilang tapi dialokasikan pada kegiatan yang tidak diketahui Banggar DPRD. Masalahnya, ini tidak dibahas bersama. Dan ini menunjukan perencanaan yang buruk," kata Nurdin.
Sementara Pengamat Kebijakan Publik, Nandang Suherman justru mencurigai ribut hilangnya dana silpa DAK tahun 2016 sebesar Rp 18 miliar itu merupakan kongkalikong tiga pihak.  permainan antara eksekutif, DPRD, dan juga pihak swasta supaya kegiatan dan programnya harus segera dibiayai.
Nandang menyebutkan, Pemkab Sumedang sedang menyiasati keuangannya. Hanya saja siasat yang dilakukan ini tidak baik dan mengancam keuangan daerah. APBD Sumedang kini dalam kondisi kesulitan likuiditas.
"Keuangan daerah memang sedang buruk karena perencanannya kacau. Jadi ketika terjadi kekurangan anggaran untuk membiayai banyak program dan kegiatan, pemkab mengambil uang dari mana saja," kata Nandang.
Menurutnya, dalam penggunaan APBD terdapat banyak dana yang sudah dipesan oleh sejumlah oknum eksekutif maupun legislatif. “Adanya dugaan jual beli tender proyek membuat pemkab harus banyak dana untuk membayar kegiatan-kegiatan yang memang sudah dipesan oleh sejumlah oknum,” ujarnya.
Sayangnya, lemahnya koordinasi pemkab dan pusat membuat dana yang sudah disetting dan akan dibayarkan sesuai pesanan ini tidak jadi turun dari pemerintah pusat atau provinsi. Sejumlah DAK atau bantuan keuangan tidak jadi diberikan untuk Sumedang, sementara kegiatan sudah terlaksana.
Lebih lanjut diungkapkan, kondisi buruknya perencanaan dan pengelolaan anggaran ini terus berlangsung dari tahun ke tahun. Pemkab pun diharuskan membayar kebutuhan belanja lain yang dananya sudah terpakai.
"Saya menduga, uang yang hilang tersebut dipakai untuk membayar kegiatan yang sudah dikerjakan di tahun 2016 lalu dan pemkab pun harus mengganti dana lain di tahun anggaran selanjutnya,” ungkap Nandang.
Jika merujuk ke LHP BPK APBD 2016, temuan BPK menyatakan ada ketidakcermatan dalam pengelolaan keuangan daerah. DPRD Sumedang dan Pemkab Sumedang menyepakati kegiatan yang belum pasti ada dananya. Sehingga Pemkab Sumedang kesulitan likuiditas dan tidak mampu membiayai kegiatan yang sudah direncanakan. Hal ini berdampak ada pengurangan kegiatan dan dirasionalisasnya APBD 2017. "Salah satunya untuk membayar gaji dan tunjangan pegawai,” tandas Nandang.**[Hendra]

Tidak ada komentar