Sejumlah Kiai Menilai Patung Bukan Syirik
Insiden perusakan patung di Purwakarta, Jawa Barat oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan agama Islam menuai kecaman ulama. Sejumlah kiai sepuh Nahdlatul Ulama menilai perbuatan itu keliru dan jauh dari ajaran Islam.
Pengasuh Pondok Pesantren Al Falah Ploso, Mojo, Kediri, Kiai Zainudin Jazuli mengatakan tidak semestinya perobohan patung itu dilakukan. Menurut dia tidak ada alasan sedikit pun bagi umat Islam untuk mengatakan musyrik terhadap patung tersebut. “Selama tidak untuk disembah dan menyekutukan Allah, biarkan saja,” kata Gus Din, panggilan Kiai Zainudin kepada Tempo, Senin, 19 September 2011.
Hukum syariat Islam, menurut Gus Din, tidak mengatur larangan membuat atau mendirikan patung. Bahkan di zaman Rasul keberadaan patung sudah ada dan dibiarkan begitu saja. Kalaupun ada yang menyalahgunakannya untuk sesembahan, kewajiban orang Islam adalah mengingatkan tanpa kekerasan.
Mantan Dewan Syuro Partai Kebangkitan Bangsa ini juga meminta umat Islam untuk tidak mudah diprovokasi pihak-pihak tertentu. Sebab tindakan anarkis itu bisa merusak kegiatan Istigotsah yang dilakukan sebelumnya.
Pernyataan serupa disampaikan pengasuh Pondok Pesantren As’Saidiyah Jamsaren, Kediri Kiai Anwar Iskandar. Menurut dia, seharusnya perbuatan itu bisa dicegah, jika para ulama bisa mengkomunikasikan persoalan yang muncul dengan pemerintah. “Ini tanggung jawab MUI,” ujarnya.
Keberadaan patung itu, menurut Gus War, tidak menjadi persoalan selama bukan untuk disembah. Hal ini sama halnya dengan perilaku warga yang memberi sesajen pada gunung dan sungai. Jika perbuatan itu dilakukan sebagai bagian dari kebudayaan, tentunya tidak bisa dicampur aduk dengan keyakinan beragama.
Sebelumnya ribuan orang merobohkan dan membakar empat patung di Purwakarta, Jawa Barat, Ahad, 18 September 2011. Mereka beraksi setelah menghadiri acara halal bi halal dan Istigotsah di Masjid Agung. Aksi itu sebagai protes keras terhadap kebijakan Bupati yang tetap membangun patung-patung wayang golek meski telah diberi peringatan keras
Pengasuh Pondok Pesantren Al Falah Ploso, Mojo, Kediri, Kiai Zainudin Jazuli mengatakan tidak semestinya perobohan patung itu dilakukan. Menurut dia tidak ada alasan sedikit pun bagi umat Islam untuk mengatakan musyrik terhadap patung tersebut. “Selama tidak untuk disembah dan menyekutukan Allah, biarkan saja,” kata Gus Din, panggilan Kiai Zainudin kepada Tempo, Senin, 19 September 2011.
Hukum syariat Islam, menurut Gus Din, tidak mengatur larangan membuat atau mendirikan patung. Bahkan di zaman Rasul keberadaan patung sudah ada dan dibiarkan begitu saja. Kalaupun ada yang menyalahgunakannya untuk sesembahan, kewajiban orang Islam adalah mengingatkan tanpa kekerasan.
Mantan Dewan Syuro Partai Kebangkitan Bangsa ini juga meminta umat Islam untuk tidak mudah diprovokasi pihak-pihak tertentu. Sebab tindakan anarkis itu bisa merusak kegiatan Istigotsah yang dilakukan sebelumnya.
Pernyataan serupa disampaikan pengasuh Pondok Pesantren As’Saidiyah Jamsaren, Kediri Kiai Anwar Iskandar. Menurut dia, seharusnya perbuatan itu bisa dicegah, jika para ulama bisa mengkomunikasikan persoalan yang muncul dengan pemerintah. “Ini tanggung jawab MUI,” ujarnya.
Keberadaan patung itu, menurut Gus War, tidak menjadi persoalan selama bukan untuk disembah. Hal ini sama halnya dengan perilaku warga yang memberi sesajen pada gunung dan sungai. Jika perbuatan itu dilakukan sebagai bagian dari kebudayaan, tentunya tidak bisa dicampur aduk dengan keyakinan beragama.
Sebelumnya ribuan orang merobohkan dan membakar empat patung di Purwakarta, Jawa Barat, Ahad, 18 September 2011. Mereka beraksi setelah menghadiri acara halal bi halal dan Istigotsah di Masjid Agung. Aksi itu sebagai protes keras terhadap kebijakan Bupati yang tetap membangun patung-patung wayang golek meski telah diberi peringatan keras
Post a Comment