Header Ads

Pemilu 2019 Pendidikan Etika dan Budaya Politik Masyarakat Perlu Dikembangkan


Kota, KORAN SUMEDANG
Sebagai upaya mensosialisasikan budaya politik dan etika demokratis kepada masyarkat, partai politi dan tokoh masyarakat serta untuk mengetahui proses pengembalian kebijakan oleh pemerintah dalam mewujudkan karakter bangsa yang tangguh dan santun, perlu dilakukan pengembangan pendidikan etika dan budaya politik masyarakat.
Tujuannya, kata Kepala Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kabupaten Sumedang, Rohayah Atang, untuk meningkatkan partisipasi politik bagi  masyarakat,  pengurus partai politik dan tokoh masyarkat  dalam rangka menyikapi perkembangan situasi dan kondisi politik dalam pelaksanaan Pemilu  Tahun 2019 di Kabupaten Sumedang.
Membangun kebersamaan dalam menciptakan kehidupan sosial politik yang sejuk dan meningkatkan peran serta para pengurus partai politik dan tokoh masyarakat untuk mewujudkan kehidupan sosial politik yang demokratis, sehat dan dinamis serta memberikan dorongan motivasi kepada partai politik dan tokoh masyarakat untuk menciptakan dinamika politik yang mencerminkan budaya dan etika politik yang dinamis dan demokratis,” katanya.
Rohayah berharap, Perkembangan Pendidikan Etika dan Budaya Politik ini mampu meningkatkan partisipasi politik bagi masyarakat, pengurus partai politik dan tokoh masyarakat dalam rangka menyikapi perkembangan situasi dan kondisi politik serta mewujudkan kehidupan sosial politik yang demokratis, sehat dan dinamis.
Sekretaris Kesbangpol Provinsi Jawa Barat, H. Khoirul Naim mengatakan, kebijakan pemerintah dalam pelaksanaan pemilu 2019 dengan memberikan pendidikan politik, terutama segmen pemilih pemula, pemilih perempuan, dan penyandang disable. Pendidikan politik diarahkan pada pentingnya partisipasi masyarakat dalam Pemilu sehingga dapat meningkatkan partisipasi pemilih dalam pemilu, baik secara kuantitas maupun kualitas.
“Muaranya adalah sebuah derajad legitimasi yang tinggi dari pemilu serta pemimpin dan wakil rakyat yang kapabel dan amanah,” katanya.
Sementara Dr. Yusa Djuyandi, S.IP., M.Si. dari Program Studi Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran menyebutkan kampanye hitam (black campaign) dan ujaran kebencian (hate speech) sangat berbahaya bagi proses demokrasi.
Kampanye hitam merupakan bagian dari persaingan tidak sehat yang bertujuan untuk menjatuhkan kandidat atau partai politik serta cenderung memarjinalkan calon yang dipromosikan untuk mendapatkan posisi dan biasanya menggunakan isu harta, tahta, dan wanita,” terangnya.
Begitu juga ujaran kebencian (hate speech) yang selalu menyerang seseorang atau kelompok atas dasar ras, agama, jenis kelamin, atau orientasi seksual. Di dalam hukum, hate speech adalah setiap pidato, gerakan atau perilaku, tulisan, atau tampilan yang dilarang karena dapat menghasut kekerasan atau tindakan yang merugikan individu atau kelompok.
Kampanye hitam yang muncul belakangan ini, bahkan sebelum masa kampanye digelar, bisa merapuhkan kohesi kebangsaan, mendiskreditkan seseorang dengan informasi yang tidak sepenuhnya benar, memprovokasi konflik di akar rumput (masyarakat) sehingga dapat merusak proses demokrasi,” jelasnya.**[Hendra]